Langsung ke konten utama

Heat Exchanger

Uraian Materi
Setelah mahasiswa memahami prinsif dasar perpindahan panas konduksi, konveksi pada eksternal flow maupun internal flow maka mahasiswa akan bisa menerapkannya untuk mengaplikasikannya dalam proses design alat penukar panas (heat exchanger) : 
1.  Pengetahuan berbagai tipe heat exchanger. 
2. Pengertian dan pemahaman Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh (The overall heat transfer coefficient), fouling factor dapat dikuasai. 
3. Dua metode pendesainan heat exchanger dengan yaitu : 
    a. The log mean temperature difference method (LMTD) 
    b. The effectiveness–NTU method.

Heat Exchanger
    Heat exchangers adalah alat yang digunakan untuk menukar panas antara dua fluida yang memiliki temperatur berbeda tanpa terjadi percampuran dua fluida kerja tersebut. Perpindahan panas pada heat exchanger yg terjadi melibatkan panas konveksi dari setiap fluida kerjanya dan konduksi melalui dinding pemisah diantara dua fluida tersebut.


Macam-macam Jenis Heat exchanger berdasarkan fungsinya : 
1. Heater yaitu HE yang fungsi utamanya memanaskan fluida kerja dan biasanya sebagai fluida pemanasnya adalah steam 
2. Cooler yaitu HE yang fungsi utamanya mendinginkan fluida kerja dan biasanya menggunakan media air sebagai media pendinginnya. 
3. Condenser yaitu HE pendingin yang tujuan utamanya adalah mengambil panas latent maupun sensible sehingga terjadi proses perubahan fase dari uap/vapor menjadi liquid. 
4. Reboiler yaitu HE pemanas yang tujuan utamanya mensupplai panas yang dibutuhkan fluida kerja untuk proses destilasi sebagai panas latent. 
5. Evaporator yaitu HE pemanas yang tujuan utamanya mengubah fase liquid menjadi fase vapor

Tipe-tipe Heat Exchangers
1. Aliran Searah (Parallel Flow) dan Aliran Berlawanan (Counter Flow)
Dua tipe susunan aliran dalam heat exchanger:

2. The Compact Heat Exchanger
Compact heat exchangers digunakan untuk mencapai nilai perpindahan panas yang tinggi antara 2 fluida pada volume yang kecil dan HE ini umumnya digunakan pada untuk aplikasi dengan keterbatasan pada berat dan volume dari HE. Dimana perbandingan antar luas perpindahan panas dari HE terhadap volumenya yang disebut sebagai “area density”




Sebagai contohnya adalah HE yang digunakan sebagai “radiator mobil”





,glass ceramic gas turbine heat exchangers




Tipe HE yang umum digunakan di aplikasi di industri adalah tipe shell-and-tube heat exchanger, seperti yang ditunjukan pada gambar dibawah ini. Dimana type Shell-and tube heat exchangers memiliki banyak tube : 


3. Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh
(The overall heat transfer coefficient)

Pada double-pipe heat exchanger, didapatkan 𝐴𝑖 = 𝜋𝐷𝑖𝐿 dan 𝐴𝑜 = 𝜋𝐷𝑜𝐿 sehingga tahanan thermal pada dinding tube pada kasus ini :
Dimana k adalah konduktivitas thermal material tube dan L adalah panjang dari tube. Sehingga tahanan thermal akan menjadi :
Untuk memudahkan analisa maka lebih mudah untuk mengkombinasikan semua tahanan thermal dari arah aliran fluida lebih panas menuju fluida yang lebih dingin menjadi satu tahanan thermal R, dan untuk menunjukan besar perpindahan panas yang terjadi diantara dua fluida tersebut :
U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh, yang memiliki unit satuan ( 𝑊 𝑚2𝐶 ), yang mana identic dengan satuan pada koefisien perpindahan panas konveksi h. dengan menghilangkan parameter T
Sebagai catatan : 𝑈𝑖𝐴𝑖 = 𝑈𝑜𝐴𝑜 Tetapi 𝑈𝑖 ≠ 𝑈𝑜 kecuali 𝐴𝑖 = 𝐴𝑜
Ketika ketebalan dari tube kecil dan konduktivitas thermal dari material tube tinggi maka pada kasus tertentu maka tahanan thermal dari tube akan diabaikan (𝑅𝑤𝑎𝑙𝑙 ≈ 0) dan permukaan dalam (inner) dan luar (outer) dari tube hampir identik (𝐴𝑖 ≈ 𝐴𝑜 ≈ 𝐴𝑠 ).
Koefisien perpindahan panas yang lebih kecil akan menciptakan “bottleneck” pada arah aliran panas dan menghalangi proses perpindahan panas. Kondisti ini sering terjadi pada saat salah satu fluida adalah gas dan fluida lainnya adalah liquid. Pada beberapa kasus, fin (sirip) digunakan pada gas untuk menambah nilai 𝑈𝐴𝑠 dan perpindahan panas pada sisi fluida gas. Ketika tube diberi sirip maka akan menambah nilai perpindahan panas pada sisi tersebut, sehingga luas total perpindahan panas pada sisi berfin menjadi :



4. Faktor Kegagalan (Fouling factor)
Performansi HE selalu akan turun seiring waktu penggunaannya sebagai akibat akumulasi pengotoran berupa pengendapan kotoran pada permukaan HE. Pengedapan di permukaan (deposit) akan memberikan tahanan thermal tambahan pada perpindahan panas sehingga menyebabkan laju perpindahan panas pada HE akan menurun. Efek pada akumulasi ini pada perpindahan panas ditunjukan oleh nilai faktor pengotoran (fouling factor) Rf, yg merupakan ukuran tahanan thermal yg diakibatkan oleh proses fouling.
Rf,i dan Rf.o adalah faktor kegagalan (fouling factor) pada permukaan HE
 

5. Analisa Heat Exchanger
Metode yang digunakan unutk menganalisa perpindahan panas pada HE , 
 1. The Log Mean Temperature Difference (LMTD) adalah metode yang sesuai digunakan 
 2. The effectiveness–NTU

Dimana notasi c dan h untuk membedakan fluida c = cold dan h=hot, 
𝑚̇ 𝑐 , 𝑚̇ ℎ = 𝑚𝑎𝑠𝑠 𝑓𝑙𝑜𝑤 𝑟𝑎𝑡𝑒𝑠 
𝐶𝑝𝑐, 𝐶𝑝ℎ = 𝑠𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑖𝑐 ℎ𝑒𝑎𝑡𝑠 
𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡, 𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡 = 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒𝑠 
𝑇𝑐,𝑖𝑛, 𝑇ℎ,𝑖𝑛 = 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒𝑠 

Pada analisa HE, lebih mudah untuk menggabungkankan nilai mass flow dan specific heat fluid menjadi satu parameter. Parameter ini disebut sebagai heat capacity rate 
sehingga persamaannya untuk aliran fluida hot dan cold menjadi :
Gambar 9. 7 Dua fluida yang memiliki mass flow rate dan specific heat yang sama berdasarkan pengalaman akan memiliki perubahan temperature yg sama di dalam HE yang diisolasi dengan sempurna

Gambar 9. 8 Variasi temperatur di dalam HE ketika salah satu fluida terkondensasi dan atau mendidih 

6. The Log Mean Temperature Difference Method (LMTD)
Gambar 9. 9 Variasi temperature pada parallel-flow double-pipe heat exchanger. 

Gambar 9. 10 Ekspresi ∆𝑇1 dan ∆𝑇2 di parallel-flow dan counter-flow heat exchangers. 

7. Multipass dan Cross-Flow Heat Exchangers: fungsi dari faktor koreksi (Correction Factor)
Awalnya metode The Log Mean Temperature Difference ∆𝑇𝑙𝑚 dibangun dengan keterbatasan hanya pada parallel-flow dan counter-flow heat exchangers. Metode yang mirip dibangun digunakan untuk cross-flow dan multipass shell-and-tube heat exchangers, namun kondisi alirannya lebih kompleks. 

Dimana F adalah correction factor, dimana nilainya tergantung pada geometri dari heat exchanger dan temperature masuk dan keluar dari aliran fluida hot dan cold. Faktor koreksi F untuk konfigurasi yang umum Heat Exchanger cross-flow dan shell and-tube diberikan di gambar 9–12 terhadap rasio dua temperature yaitu parameter P dan R didefiniskan sebagai

Gambar 9. 12 Grafik Faktor koreksi F untuk konfigurasi umum shell-and-tube dan cross-flow heat exchangers (from Bowman, Mueller, and Nagle, Ref. 2).


    Contoh 1 :
Pemanasan Air pada Counter-Flow Heat Exchanger
Sebuah Heat exchanger Counter flow double-pipe digunakan untuk memanaskan air dari suhu 20°C menjadi 80°C pada mass flow rate 1.2 kg/s. Sumber panas menggunakan Air dari panas bumi (geothermal water) yang tersedia pada temperatur 160°C dengan laju aliran 2 kg/s. Tube yang digunakan sangat tipis dan diameter dalamnya 1.5 cm. Jika koefisien perpindahan panas menyeluruhnya adalah 640 W/m2 ·°C, Tentukan panjang dari HE yang dibutuhkan untuk proses pemanasan air tersebut ?
Panas yang dibutuhkan untuk menaikan temperature air dihitung sbb:
Sehingga temperatur keluar geothermal water dapat ditentukan :
Dengan mengetahui temperature masuk dan keluar kedua fluida, nilai LMTD the logarithmic mean temperature difference untuk counter-flow heat exchanger adalah :
Luas permukaan area perpindahan panas HE adalah menjadi :
Untuk memberikan areaa perpindahan panas yg sesuai maka , panjang dari tube adalah :

    Contoh 2 :
Proses pemanasan Glycerin pada Multipass Heat Exchanger
HE dengan shell 2 lalun passes dan tube 4 laluan digunakan untuk memanaskan glycerin dari suhu 20°C menjadi 50°C dengan menggunakan air panas yang masuk ke dalam tube tipis dengan diameter 2 cm pada temperatur 80°C dan meninggalkan HE pada 40°C (Seperti gambar dibawah). Panjang total dari tube dari heat exchanger adalah 60 m. Koefisien perpindahan panas konveksi Glycerin pada shell adalah 25 W/m2 ·°C dan 160 W/m2 ·°C pada sisi air pada tube. Tentukan laju perpindahan panas pada HE (a) sebelum terjadi proses pengotoran terjadi (b) sesudah terjadi proses pengotoran sebesar 0.0006 m2 ·°C/W pada permukaan sisi luar dari tube.

Dengan asumsi ketebalan tube diabaikan karena tipisnya maka Ainner = Aouter. Sehingga luas area perpindahan panas menjadi :
𝐴𝑠 = 𝜋𝐷𝐿 = 𝜋(0.02 𝑚)(60 𝑚) = 3.77 𝑚2 
Laju perpindahan panas dari HE data ditentukan dengan persamaan :




(a) Pada kondisi awal tidak ada pengotoran, maka nilai The overall heat transfer coefficient U ditentukan dengan persamaan : 
Sehingga laju perpindahan panas menjadi :

(b) Ketika faktor pengotoran pada permukaan HE, maka nilai The overall heat transfer coefficient U
Sehingga laju perpindahan panas yang terjadi pada kasus ini menjadi :


8. The Effectiveness–NTU Method
Metode (LMTD) adalah metode analisa HE yang mudah digunakan apabila temperature masuk dan keluar dari fluida-fluidanya diketahui dan atau bisa ditentukan dengan kesetimbangan. Sehingga parameter ∆𝑇𝑙𝑚, 𝑚̇ , dan U The overall heat transfer coefficient tersedia sehingga luas area perpindahan panas pada HE dapat ditentukan dengan persamaan:
Metode LMTD sangat sesuai untuk menentukan ukuran dari HE mewujudkan temperature fluida keluar yang diinginkan ketika laju massa dan temperature masuk dan keluar fluida diketahui. 

Prosedur untuk memilih HE yang sesuatu dengan kebutuhan perpindahan panas ( requirement). 
1. Pilih tipe heat exchanger yang sesuai dengan aplikasi penggunaannya 
2. Tentukan temperature masuk atau keluar fluida yang tidak dikethaui dan laju perpindahan panas yang dibutuhkan dengan kesetimbangan energi. 
3. Kalkulasi The Log Mean Temperature Difference ∆𝑇𝑙𝑚 dan faktor koreksi F, jika diperlukan. 
4. Kalkulasi nilai U The Overall Heat Transfer Coefficient. 
5. Kalkulasi luas perpindahan panas yang dibutuhkan As. 

Metode LMTD dapat tetap digunakan untuk menyelesaikan perhitungan HE namun prosedur perhitungan membutuhkan perhitungan iterasi (berulang-ulang) sehingga metode ini tidak akan praktis. Untuk mengeliminasi proses perhitungan iterasi makan Kays dan London pada tahun 1955 menemukan mtode alternative yaitu Metode NTU Efektivitas (Effectiveness–NTU method), yang mampu menyederhanakan analisa perhitungan Heat exchanger . 

Metode ini didasarkan pada parameter tak berdimensi yang disebut The Heat Transfer Effectiveness, yang didefinisikan : 
Laju perpindahan panas aktual HE dapat ditentukan dengan kesetimbangan energy pada fluida panas dan dingin yang diekspresikan dengan persamaan :
𝑄̇ = 𝐶𝑐(𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛) = 𝐶ℎ(𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡) 
Dimana 𝐶𝑐 = 𝑚̇𝑐.𝐶𝑝𝑐 dan 𝐶ℎ = 𝑚̇ℎ.𝐶𝑝ℎ adalah laju kapasitas fluida panas dan dingin. Laju perpindahan panas maksimum yang mungkin dicapai oleh sebuah HE dicapai pada saat perbedaan temperature maksimum di dalam HE adalah selisih antara temperature masuk antara fluida panas dan dingin :
∆𝑇𝑚𝑎𝑥 = 𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 
Oleh sebab itu laju perpindahan panas maksimum yang dicapai oleh HE adalah :
𝑄̇𝑚𝑎𝑥 = 𝐶𝑚𝑖𝑛(𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛)
Dimana 𝐶𝑚𝑖𝑛 lebih kecil daripada 𝐶ℎ = 𝑚̇ℎ.𝐶𝑝ℎ dan 𝐶𝑐 = 𝑚̇𝑐.𝐶𝑝

Contoh Soal 3
Air dingin memasuki HE jenis counter-flow pada 10°C dengan laju 8 kg/s, dimana fluida air tersebut dipanaskan dengan air panas yang memasuki HE pada temperature 70°C dengan laju aliran 2 kg/s. Dengan asumsi panas specific air relative konstan pada tekanan tetap yaitu Cp 4.18 kJ/kg·°C, Tentukan maksimum laju perpindahan panas dan temperature keluar aliran air dingin dan panas yang bisa dicapai. Gambar dibawah ilustrasi
Properti panas spesifik dari air Cp = 4.18 kJ/kg.°C. 
Dipilih kapasitas panas yang terkecil untuk bisa menentukan laju perpindahan panas maksimum :
Perbedaan temperature maksimum pada HE:

Oleh sebab itu , air panas tidak dapat didinginkan lebih dari 60°C (to 10°C) dan air dingin tidak dapat dipanaskan melebihi dari 60°C (to 70°C)
Penentuan nilai 𝑄̇ max membutuhkan ketersediaan temperatur masuk untuk fluida panas dan dingin dan juga laju aliran massa yang sudah tertentu. Sehingga dengan mengetahu efektivitas HE maka laju perpindahan panas aktual 𝑄̇ actual akan bisa ditentukan.
Cmin adalah rasio kapasitas thermal yang lebih kecil dan Cmax yg lebih memiliki nilai lebih besar dan tidak ada perbedaan apakah Cmin dimiliki oleh fluida panas ataupun dingin. Hubungan Efektivitas HE akan melibatkan angka non dimensi
Angka ini disebut sebagai Number of Transfer Units( NTU) dan diformulasikan sbb :
Nilai NTU ini merupakan ukuran untuk menentukan luas perpindahan panas As. Pada analisa Heat exchanger analysis, lebih memudahkan jura menentukan angka non dimensi yang disebut sebagai capacity ratio c sebagai :



Gambar 9. 13 Efektivitas dari heat exchangers (from Kays and London, Ref. 5) 

Gambar 9. 15 Hubungan Efektivitas 𝜀 = 𝜀𝑚𝑎𝑥 = 1 − 𝑒𝑥𝑝(−𝑁𝑇𝑈) untuk semua HE ketika rasio kapasitas c = 0


Contoh Soal 4
Mengulangi proses perhitungan pada contoh, yang telah diselesaikan dengan metode LMTD, menggunakan metode Effectiveness–NTU. 
Analisa metode Effectiveness–NTU, langkah pertama menentukan heat capacity rates dari fluida panas dan dingin untuk menentukan mana yg terkecil :
Sehingga lajur perpindahan panas maksimum :
Sehingga laju perpindahan panas maksimum yang dicapai pada heat exchanger ini adalah 702.8 kW. Laju perpindahan panas aktual pada heat exchanger ini adalah :
Efektivitas Heat Exchanger adalah :
Dengan mengetahui Efektivitas, NTU dari counter-flow heat exchanger dapat ditentukan dengan Figure 13–26b atau menggunakan hubungan Table 13–5
Sehingga Luas perpindahan panas menjadi :
Untuk menyediakan luas perpindahan panas tersebut, maka panjang tube nya adalah 

Contoh 5
Pendinginan Oil panas dengan Menggunakan Air Cooling Hot Oil pada Multipass Heat Exchanger
Oil panas didinginkan dengan air menggunakan unit HE dengan tipe Multipasse dimana terdiri 1-shell-pass dan 8-tube-passes. Tube yang digunakan adalah menggunakan bahan copper dengan ketebalan tipis dan berdiameter 1.4 cm. Panjang dari tube adalah 5 meter, dan overall heat transfer coefficient is 310 W/m2 ·°C. Air mengalir pada tube dengan laju 0.2 kg/s dengan temperatur 20°C , dan Oil mengalir dengan laju 0.3 kg/s dengan 150°C. Tentukan Laju perpindahan panas pada heat exchanger dan temperature keluar fluida air dan oil nya.


 

Sehingga Laju perpindahan panas maksimum adalah :
Sehingga laju perpindahan panas maksimum yang mungkin adalah 83.1 kW. Sehingga luas perpindahan yang diperlukan adalah :
NTU dari Heat Exchanger menjadi :
Efektivitas HE berhubungan dengan nilai c = 0.764 and NTU = 0.853 ditentukan dengan gambar FIgure 13–26c
Temperatur air pendingin akan naik dari temperature 20°C menjadi 66.8°C dan bisa mendinginkan oil panas 150°C menjadi 88.8°C.


9. Standard
Setelah mahasiswa memahami prinsif perpindahan panas konduksi, konveksi, radiasi dan menerapkannya untuk perancangan sebuah Heat Exchanger maka mahasiswa harus mengetahui standard perancangan desain sebuah heat exchanger yang umum digunakan di industri yaitu TEMA dan mengenal standard ASTM untuk perancangan sistem isolasi sistem khususnya pada pemilihan jenis material dan perhitungan heat loss nya . 

Standard-standard yang perlu diketahui antara lain : 
1. Fabrication tolerances 
2. General fabrication and performance information 
3. Installation operation and maintenance 
4. Mechanical standard TEMA RCB heat exchangers Flow induced vibration 
6. Heat exchanger specification sheet

10. Tubular Exchanger Manufacturing Association
Standard yang banyak digunakan di industri adalah TEMA.

11. American Society for Testing and Materials (ASTM)
Pada Standard ASTM C680-10 membahas terutama pada standard praktis untuk mengestimasi besar panas yang diterima atau dilepas atau dari temperature permukaan Insulated Flat, Cylindrical, dan Spherical yang bisa dilakukan oleh pemrograman sedangkan untuk jenis material isolator yang digunakan maka standard ASTM part C.

12. Rangkuman 
Heat Exchanger (HE) 
Tipe Heat Exchangers 
Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh 
 Faktor Kegagalan (Fouling factor) 
Analisa Heat Exchanger 
The Log Mean Temperature Difference Method (LMTD) 
Multipass dan Cross-Flow Heat Exchangers 
The Effectiveness–NTU Method

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Pompa

Pompa & Kompresor : suatu mesin yang dipergunakan untuk merubah energi mekanis penggerak pompa/kompresor menjadi energi aliran fluida. Untuk fluida mampat (compressible) digunakan pompa sedangkan untuk fluida tak mampat (incompressible) digunakan kompresor. Klasifikasi Berdasarkan prinsip kerjanya menurut Krutzsch (1986) pompa diklasifikasikan menjadi : 1. Pompa Kerja Dinamis : Pompa kerja dinamis memberikan energi kecepatan ke fluida yang kemudian diubah menjadi energi tekanan pada saat keluar dari casing pompa. a. Pompa Sentrifugal : Aliran Aksial Aliran Radial Aliran Campur b. Pompa kerja khusus : Pompa jet Pompa hydram Pompa elektromagnetik, dll 2. Pompa Kerja Positif : positive displacement pump Pompa perpindahan positif memberikan gaya untuk memindahkan sejumlah fluida didalam casing pompa. a. Pompa reciprocating : Pompa torak : Pompa plunger b. Pompa rotary : Pompa vane : Pompa roda gigi : Pompa lobe : Pompa sekrup c. Pompa diaphragma

Simulasi Situs Turbin Angin SSE Meningkatkan Hasil Daya dan Mengurangi Risiko

  “Kebijakan internal kami adalah bahwa menggunakan CFD mengurangi ketidakpastian pemodelan aliran hingga sepertiga dibandingkan dengan menggunakan model linearisasi standar industri.  Layanan konsultasi dan dukungan yang disediakan oleh Ansys secara signifikan mengurangi waktu yang diperlukan untuk menerapkan kemampuan pemodelan yang kuat ini di lingkungan klaster HPC.” - Insinyur CFD Christopher Rodaway & Analis Angin / Penilaian Sumber Daya, SSE Perkenalan Energi angin adalah sumber listrik yang berkembang pesat.  Saat mengembangkan ladang angin, penilaian penempatan turbin sangat penting untuk memaksimalkan hasil energi dan ekonomi di lokasi tertentu. Tantangan Pemahaman rinci tentang bagaimana kondisi angin yang berlaku berinteraksi dengan medan lokal dan potensi instalasi turbin angin merupakan bagian penting dari proses pengembangan ladang angin darat.  Banyak program perangkat lunak yang digunakan saat ini tidak cocok untuk medan darat yang kompleks di mana faktor-faktor se

5 Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Memilih Baterai untuk PL

  Semua baterai panel surya dibuat berbeda. Tidak jarang baterai dengan spesifikasi mirip bisa memiliki performa dan masa pakai yang berbeda. Menemukan baterai yang tepat saat memilih baterai untuk PLTS Atap menjadi sangat penting agar baterai yang Anda pilih dapat menampung daya sesuai kebutuhan listrik di rumah Anda. Berikut beberapa pertimbangan terpenting untuk diperhatikan saat Anda memilih baterai untuk PLTS Atap. 1. Jenis baterai Salah satu hal paling penting yang perlu diperhatikan saat memilih baterai untuk PLTS Atap adalah jenisnya. Secara umum, ada dua jenis baterai untuk PLTS yang sering dipakai, yaitu: Baterai lead acid Baterai deep-cycle yang telah digunakan untuk menyimpan energi sejak tahun 1800-an ini dapat bertahan karena keandalannya. Keandalan baterai lead acid sangat bagus untuk sistem panel surya off-grid atau untuk penyimpanan cadangan darurat jika terjadi pemadaman listrik. Baterai lead acid merupakan pilihan penyimpanan energi terjangkau, menjadikannya yang